Tuesday, April 30, 2019

Bolehkah Anak Umur 7 Tahun Masuk Pondok Pesantren Anak?



Saya yakin banyak orang tua yang mempunyai anak umur 7 tahun sedang galau apakah harus dan boleh menyekolahkan anaknya di pondok pesantren anak atau cukup di SD biasa saja, atau mungkin nanti saja masuk pondok pesantrennya ketika sudah SMP, atau berbagai pergolakan batin lainnya tentunya, terutama yang baru pertama kali ingin menyekolahkan anaknya di Pondok Pesantren anak di usia dini. Nah kali ini, saya ingin sekedar berbagi tentang dilema yang tentunya pernah sangat menyiksa batin ini. J

Well, sudah menjadi hal yang lazim bagi banyak orang tua yang ingin sekali anaknya menjadi seorang yang hebat di agama, dan biasanya banyak sekali yang ingin anaknya hafal Al-Qur’an dari kecil. Tak terkecuali bagi kami, pasangan muda yang ingin sekali anaknya hafal Al-Qur’an, namun tidak punya kapasitas dan kualitas untuk mendidik anak agar bisa menjadi seorang hafidz. Terlebih, dengan kondisi rumah tangga dan juga lingkungan sekitar saya, agaknya berat banget tujuan itu tercapai.

Lalu Solusinya?



Pasti pernah terlintas di benak masing-masing orang tua yang ingin anaknya hafal 30 juz untuk menyekolahkan di pondok pesantren anak di usia dini. Namun begitu, hal itu ga gampang lho.. karena tentu banyak saudara, sahabat, rekan kerja, tetangga sekitar, bahkan mungkin keluarga besar yang tidak setuju dan menjelaskan dengan seribu satu alasan agar anak kita tidak di pondok. Ada yang bilang tega sama anak lah, kasihan anaknya masih kecil lah, masih butuh kasih sayang orang tua, dan berbagai pernyataan yang sangat tidak mendukung dan menyesakkan dada. Setidaknya itulah yang saya alami waktu awal ingin menyekolahkan anak ke pondok di usia dini 2 tahun yang lalu (Pengen nangis deh kalau inget masa-masa itu).

Dan tentunya, berbagai hal itu tentunya akan sangat melemahkan niat kita, dan ujung-ujungnya kita jadi minder dan tidak jadi menyekolahkan anak ke Pondok Pesantren.



Namun alhamdulillah, dengan tekad yang kuat dan strategi yang menurut saya cukup jitu, akhirnya justru anak saya sendiri lah yang ngotot dan ngebet ingin melanjutkan sekolah SD di pondok pesantren. Kok bisa? Bagaimana caranya?

Dari mulai anak umur 3 tahun, saya selalu ngeblow anak dengan berbagai cerita tentang pondok pesantren. Tiap hari pokoknya yang diceritakan adalah tentang pondok pesantren. Trus, saya juga ajakin anak untuk silaturahmi ke teman yang anaknya ada di pondok pesantren anak, saya ajak juga dia keliling lihat-lihat pondok pesantren anak, kemudian memperkenalkan anak dengan tontonan-tontonan hafidz, seperti misalnya tayangan Hafidz Indonesia di RCTI yang tayang tiap bulan puasa, kemudian ngedownload-in dia tayangan-tayangan youtube tentang anak-anak kecil yang sudah hafal Qur’an dan di pondok anak, dan tentunya juga rajin ngajakin dia ke masjid dan nyariin lingkungan bermain yang islami yang akhirnya kami titipkan anak ke salah satu PAUD-TK yang berbasis Islam untuk lebih menyemangati dia.

Pokoknya bismillah, dan akhirnya anak sendiri yang memutuskan untuk melanjutkan di Pondok Pesantren Tahfidz Anak-Anak. Dan ketika mengantarkan anak masuk pondok pesantren anak untuk pertama kalinya, dia pun sangat senang dan happy ketika ditinggal, dan itu semakin menguatkan hati kami, orang tuanya, untuk bisa melepas anak yang masih berusia 7 tahun itu.

Fase Awal Kegalauan Dimulai


Ternyata, godaan terbesar kami sebagai orang tua bukanlah ketika memutuskan untuk memasukkan anak ke pondok pesantren, namun justru di 6 bulan pertama itu sendirilah permasalahan terbesar bagi kami, sebagai ayah dan ibunya.

Dua bulan pertama anak dijenguk (sebulan dijenguk sekali), anak selalu nangis dan tidak mau ditinggal ketika kami pamit pulang. Sebenarnya anak saya lumayan tangguh dan bisa berpisah. Namun karena ternyata ada beberapa anak yang orangtuanya belum mempersiapkan anak-anak mereka dari awal, akhirnya ada beberapa anak yang di bulan-bulan pertama selalu nangis dan ingin balik sama orang tua, terutama di waktu-waktu menjelang tidur atau setelah bangun tidur yang biasanya masih dijagain orang tua atau harus dengan orang tua ketika di rumah, dan itu pulalah yang akhirnya membuat anak saya ikut-ikutan melow dan akhirnya drama pun terjadi, terlebih ibunya juga ga kuat berpisah sama anak.

Akhirnya saya ambil inisiatif beberapa bulan setelahnya ibunya ga usah ikut menjenguk sampai ia kuat berpisah sama anaknya, dan anaknya juga kuat pisah sama ibunya. Kejem banget kayaknya ya, namun disitulah peran seorang ayah dituntut untuk menyelesaikan masalah dan mengesampingkan hati.

Tidak cukup sampai situ, kegalauan semakin bertambah karena kok sampai 4 bulan kami melihat perkembangannya di pondok pesantren, kami merasa anak kami tidak ada perkembangan yang signifikan seperti yang kami harapkan, dan dia masih belum dapat hafalan satupun, karena anak saya ketika masuk pondok baru bisa baca Iqro jilid 3, dan di pondok dia harus mengulangi belajar ngaji dengan metode Yanbu’a Kudus dimulai jilid 1. Ditambah lagi, anak juga jadi agak kurus karena mungkin belum terbiasa dengan pola makan di pondok yang menunya mungkin tidak selalu disukai. Lemari juga berantakan walaupun sebenarnya pakaian sudah dilaundry sama pihak ke-3 yang bekerja sama dengan pihak pondok, dan mandi juga kadang belum bersih.. Eh udah gitu, ada beberapa wali santri yang ga kuat dan akhirnya memindahkan anak mereka di sekolah umum dan bikin kami sebagai orang tua tambah ga karuan. Wah pokoknya galau habis di fase 4 bulan pertama ini.

Dialah Penyejuk Pandangan Kami


Awal bulan kelima, itulah titik balik dari semua ini. Saya sangat kaget ketika menjenguk anak (Ibunya masih belum ikut) dan dia meminta dibelikan mushaf karena sekarang ia sudah menghafal dan sudah hampir menyelesaikan juz ‘amma. Akhirnya kami pergi ke toko buku dan mencari mushaf pojok untuk hafalan, dan saya yang saat itu masih belum terlalu percaya dengan progress yang sangat luar biasa ini meminta ia beberapa kali untuk membaca Al-Qur’an terlebih dahulu. Dan MasyaAllah, ternyata ia membaca Qur’an dengan lancar dan tajwidnya juga luar biasa.

Setelah membelikan beberapa perbekalan bulanan rutin seperti alat mandi, jajanan, alat tulis, dan berbagai perlengkapan yang ia butuhkan (sebenarnya di pondok kalau anak butuh-butuh sesuatu tinggal minta sama ustadz dan ustadzahnya dan dicukupi semua kebutuhan, namun anak saya masih pemalu jadi lebih baik nunggu dijenguk dan minta kebutuhan dan keperluan ketika orangtuanya menjenguk), sebelum pamit ia berpesan kalau besok lagi jenguknya sama ibu, insyaAllah sudah ga nangis lagi kalau dijenguk. Dan itulah momentum titik balik anak saya di pondok, yang tentunya sangat menggembirakan buat kami, orang tuanya.

Akhirussanah di Tahun Pertama


Di tahun pertama akhirussanah ini, sungguh kami sebagai orang tua sangat bergembira. Hati kami bergetar mendengar berbagai pertunjukan dan penampilan dari hafalan anak-anak, terlebih ketika nama anak disebut satu persatu dan kemudian ia maju, disambung dengan ustadz dan ustadzahnya memperkenalkan satu persatu nama anak dan orangtuanya, juga pencapaiannya di satu tahun tersebut, dan alhmdulillah anak saya saat itu sudah hafal juz 30 dan 3 juz pertama di Al-Qur’an. Kami sangat terharu dan bangga dengan pencapaiannya di tahun pertama ini. Dan kami pun menangis haru, membayangkan kelak mungkin ialah yang akan menjadi penyelamat kami di yaumul hisab, ialah yang akan memakaikan jubah kemuliaan kepada kami, menyelamatkan kami dari pedihnya api neraka, dan ialah yang akan membanggakan kami dihadapan Rabbnya.

Tahun Kedua Nyantri di Pondok Pesantren Anak.


Alhamdullillah, di tahun kedua nyantri di pondok tahfidz anak-anak, tidak ada kendala yang berarti. Tidak ada lagi kegalauan dan drama, dan anak juga sudah tumbuh mandiri dan lebih dewasa.

فاذا عزمت فتوکل علی الله

“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah” (Ali Imran:159)

Dan alhamdulillah, menjelang Romadhon 1440 H kemarin, anak kami sudah menghafal sampai Juz 9. Mudah-mudahan ia selalu diberi keistiqomahan dan kekuatan untuk bisa terus menghafal sampai Mutqin 30 Juz.

Tips Mempersiapkan Anak ke Pondok Tahfidz Anak


Buat para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di pondok pesantren khusus anak baik itu pondok tahfidzul Qur’an ataupun pondok pesantren umum lainnya, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan baik sebelum anak berangkat ke pondok maupun ketika ia sudah berada di pondok.

  • 1.     Kenalkan anak dengan pondok pesantren sedini mungkin, ceritakan terus tentang pondok pesantren minimal 2-3 tahun sebelum ia masuk usia pondok di usia 7 tahun, agar ia menjadi suka dan tidak terpaksa belajar di pondok pesantren.
  • 2.     Jaga pengetahuan anak dengan membatasi nonton televisi atau video-video Youtube, dan hanya menonton program-program yang bisa meningkatkan ghiroh atau semangat anak untuk ke pondok pesantren, misal dengan nonton tayangan hafidz Indonesia di televisi, langganan channel-channel youtube di jebolan santri-santri tahfidz Indonesia, channel-channel pesantren, dan lagu-lagu islami yang mempunyai video berlatar pondok pesantren. Hal ini dilakukan untuk menstimulasi anak agar memang itulah dunia yang akan ia lalui nantinya, sehingga ia tidak akan memilih opsi lain selain di pondok pesantren dan akan menjalaninya dengan sukacita.
  • 3.     Jangan pernah memaksakan anak kehendak kita, walaupun itu untuk tujuan kebaikan. So, carilah cara yang tepat dan jitu agar anak mau menuruti tanpa terpaksa. Dan untuk pengalaman kami, ibunya lah yang biasanya punya beribu macam cara dan strategi jitu agar anak mau sejalan dengan orang tua tanpa paksaan.
  • 4.     Silaturahmi ke Pondok Pesantren yang dituju, dan beberapa teman yang anak-anaknya menyekolahkan di pondok pesantren.
  • 5.     Persiapkan ekonomi yang lebih. Mau tidak mau, kebutuhan anak  di pondok pesantren berbeda dengan kebutuhan anak biasa pada umumnya, terlebih karena mereka masih kecil dan belum bisa terlalu menjaga diri. Sudah hal biasa kalau pakaiannya, sepatu, sandal, dan berbagai perlengkapan lainnya kadang ada yang rusak ataupun hilang. Yang paling sering buat kami sandal sama pakaian (hampir tiap bulan beli J). Untuk yang rumahnya jauh (luar kota) tentunya juga ada cost lebih untuk akomodasi ketika berkunjung, kadang juga liburan sekalian menginap di tempat wisata sekitar untuk menjaga agar ikatan antara anak-orang tua tetap kuat, dan juga sekedar membawa oleh-oleh untuk anak dan teman-teman sekamarnya ataupun untuk para ustadz-ustadzahnya.
  • 6.     Berprasangka positif terhadap Allah, terhadap para pengajar di pondok pesantren, dan terhadap semuanya. Hanya itulah yang bisa menenangkan batin kita karena tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali hanya berpasrah diri dan menyerahkan semua penjagaan kepada Allah.
  • 7.     Mendoakan Anak kita selalu di waktu-waktu mustajab.

Terakhir, anak saya sangat suka mendengar dan menonton video lagu ini, sebagai sumber inspirasi dia masuk ke pondok. Terlebih adiknya yang sekarang sudah di TK Besar dan tidak sabar untuk menyusul kakaknya ke pondok pesantren tahfidz anak.


“Jadilah apapun engkau wahai anakku,
dan tetap letakkan pondasi iman jauh di lubuk hatimu”

0 comments:

Post a Comment